Longsor atau jalan
putus adalah masalah klasik transportasi Krui-Liwa atau sebaliknya. Longsor adalah
tanah bebukitan yang runtuh menimbun badan jalan, sedangkan jalan putus adalah
badan jalan itu sendiri yang mengalami longsor atau putus akibat tergerus air.
Bencana longsor dan
jalan putus sudah jadi langganan jalan Liwa-Krui. Hampir setiap musim hujan peristiwa
ini terjadi di jalan yang menghubungkan ibukota Lampung Barat dan Pesisir Barat
ini. Setiap kali bencana ini terjadi otomotis lalu-lintas yang menghubungkan
kedua kota tersebut terputus, dan dengan demikian perekonomian masyarakat kedua
kabupaten tersebut terganggu. Hambatan ini sering kali tidak bisa diselesaikan
hanya dalam tempo beberapa hari saja, tetapi memerlukan waktu berminggu-minggu.
Jalan Liwa-Krui yang
terputus pada tanggal 6 November lalu hingga kini (26 November 2013) masih
belum selesai diperbaiki. Bukan hanya karena kerusakan yang terlalu parah yang
mengakibatnya perbaikan jalan tersebut memakan waktu lama, melainkan juga
lokasinya yang serba sulit.
Ruas jalan Liwa-Krui
melewati hutan Bukit Barisan yang berkelok-kelok dan di kiri kanannya terdapat
banyak jurang. Jalan yang terputus ini berada
di dalam kawasan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang dilindungi,
yang tidak boleh dijamah oleh siapa pun. Sedangkan untuk memperbaiki jalan yang
putus ini tidak ada cara lain selain harus merambah kawasan hutan lindung
tersebut, karena jurang yang menganga akibat longsoran tersebut teramat masif, tidak
bisa ditimbun lagi. Untuk menjamah hutan lindung itu diperlukan ijin dari Menteri
Kehutanan RI. Urusan administrasi seperti ini membuat masalah semakin rumit.
Di samping itu, cuaca
yang terus menerus hujan juga semakin memperburuk keadaan. Tidak jarang
peristiwa longsor terjadi susul menyusul. Longsor yang satu belum selesai
diperbaiki, sudah terjadi longsor di tempat lain, atau longsor di tempat yang
sama berulang-ulang sehingga membuat pekerjaan seperti tidak pernah selesai.
Post a Comment